Senin, 12 Januari 2009

Bali Salah Kelola

ANCAMAN atas kesalahan mengelola Bali akan terus terkondisikan dan cenderung makin ganas. Banjir merupakan salah satu bentuk dari gagalnya Bali menjaga ekosistem alam. Banjir kali ini juga mengindikasikan bahwa potensi tenggelamnya sejumlah kawasan di Bali makin terbuka jika birokrat tidak segera melakukan perencanaan secara holistik dan menerapkan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan.

Demikian pandangan pakar lingkungan Unud Prof. IB Adnyana Manuaba, pengamat lingkungan Unud Dr. Anak Agung Suryawan Wiranatha dan Dekan FMIPA Unud Raka Dalem, Senin (12/1) kemarin. Prof. Adnyana Manuaba menilai banjir yang terkonsentrasi di kawasan Kuta, Sanur, Gianyar dan Panjer, Denpasar Selatan jangan dianggap sebagai fenomena kasuistis. Banjir kali ini harus diposisikan sebagai ekses kesalahan melakukan pengelolaan dan pengawasan terhadap pembangunan infrastruktur fisik. 'Wilayah Panjer dan Kuta bahkan tumbuh tanpa kontrol, sehingga ruang terbuka tak lagi mendapat perhatian. Ruko dan perumahan muncul di mana-mana, bahkan cenderung mengabaikan tata ruang,' kritiknya.

Akibatnya, wilayah ini tak memiliki daya tahan untuk menghalau laju air permukaan dan banjir adalah bentuk hukum karma dari keserakahan manusia terhadap alamnya. 'Pejabat berwenang selaku pemberi izin pembangunan di kawasan ini mestinya bertanggung jawab atas banjir tahunan yang makin ganas,' ujar Prof. Adnyana Manuaba.

Ia menuding pengelolaan atas Bali selama ini lebih banyak berdasarkan kepentingan kekuasaan dan terkadang memfasilitasi kepentingan orang Jakarta, termasuk kepentingan politis. 'Ada banyak bangunan yang mestinya izinnya ditolak namun tetap lolos, karena pemiliknya memiliki koneksi politis dengan penguasa. Cara pengelolaan Bali semacam ini harus dihentikan, dan pejabat harus berani menolak tawaran investasi yang berisiko terhadap rapuhnya daya tahan alam Bali menghadapi fenomena alam.'

Prof. Adnyana Manuaba melihat banjir di kawasan Panjer, Sanur dan Kuta juga patut dicatat sebagai bentuk kegagalan perencanaan pembangunan Bali. Ada banyak jalur jalan yang mestinya desainnya tak melingkar, malah dibangun melingkar. Akibatnya, terbentulah kolam-kolam terbuka yang menjadi wilayah tampungan air hujan. Ini terjadi karena laju air terbendung badan jalan dan arus air menuju sungai dihadang pemukiman penduduk dan ruko.



Membaca Alam



Adnyana Manuaba menyarankan pejabat di Bali membaca gejala-gejala alam dalam mengantisipasi luapan air. Kini gejala ini diabaikan, bahkan cenderung dilawan dengan melakukan pola-pola betonisasi. Akibatnya banyak titik buangan air menuju badan sungai tertutup, sehingga laju air terkonsentrasi di jalan raya. 'Saya merasakan bahwa kepekaan dalam mengelola alam Bali amat kritis. Padahal hampir sepanjang hari belakangan dunia selalu disuguhi wacana tentang risiko pemanasan global,' ujarnya.

Pakar lingkungan ini mengkhawatirkan potensi tenggelamnya sejumlah daratan Bali akan makin cepat, mengingat perencanaan Bali yang amburadul dan lemahnya penegakan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan.

Raka Dalem mengatakan wilayah sergapan banjir di Denpasar pada tahun-tahun mendatang akan terus meluas. Ini terlihat dari lemahnya daya tahan daerah hulu terhadap empasan air permukaan. Jika daerah Gianyar yang masuk daerah hulu juga rawan banjir, maka Denpasar kondisinya jelas akan lebih parah. Terlebih arus air menuju laut di perkotaan makin kritis akibat pendangkalan dan dicaploknya daerah aliran sungai untuk kepentingan ekonomi.

'Harus diakui ada banyak program pembangunan Bali yang harus dievaluasi kembali. Selama ini target-target proteksi terhadap pengawalan alam Bali tak terwujud karena polanya sangat parsial. Sebagai kesatuan ekosistem Bali harus melakukan perencanaan terpadu lintas kabupaten/kota,' sarannya.

Ketua Kelompok Studi Ekowisata Bali ini meminta betonisasi di kawasan resapan di daerah hulu dibatasi. Selain itu, pemerintah harus memperbanyak kawasan tutupan dengan melarang pembukaan kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi. Kesalahan proteksi kawasan hulu ini akan menjadi ancaman yang menakutkan bagi warga Denpasar. 'Saya yakin jika hujan deras terus terkondisikan, tidur warga Denpasar tak akan pernah nyenyak. Banjir kini menjadi fenomena alam yang sulit diprediksi,' ujarnya. Ia berharap semua komponen di Bali belajar tunduk pada alam, bukan malah menunjukkan kekuasaan terhadap alam.

Pengamat lingkungan dari Universitas Udayana Dr. Anak Agung Suryawan Wiranatha mengatakan, penegakan hukum di bidang lingkungan harus benar-benar dijalankan dan tanpa pandang bulu. Dia mengimbau agar pemilik gedung-gedung besar juga melengkapi bangunannya dengan tampungan-tampungan air di bawah tanah. Dengan demikian, saat terjadi hujan lebat, air bisa diserap dan tidak langsung mengalir ke mana-mana. (044/056)

sumber

Related Posts by Categories



0 komentar: