Selasa, 20 Januari 2009

Sudah 40 Ha Hutan Dikuasai Investor

Di Pancasari
Sudah 40 Ha Hutan Dikuasai Investor
RENCANA untuk menyerahkan pengelolaan kawasan Buyan kepada investor, disesalkan pengamat lingkungan Dr. Kartini dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali Agung Wardana. Kehadiran investasi dengan mencaplok ratusan hektar hutan akan semakin merusakkan kawasan Danau Buyan. Apalagi saat ini sudah ada dua investasi yang menguasai hutan masing-masing 20 hektar. Atas fenomena perusakan hutan dengan dalih penataan ini, walhi Bali akan membawa hal itu ke ranah hukum. Sebab ada indikasi terjadi kejahatan terhadap lingkungan.

Kartini mengaku sangat kecewa terhadap pemerintah (Pemkab Buleleng dan Pemprov Bali) yang menyerahkan begitu saja hak pengelolaan kawasan Buyan kepada investor, PT Anantara. Ketika ruang suci itu dijamah investor, Bali tak hanya dicederai secara ekologis, nilai-nilai spiritual yang dijunjung berabad-abad juga dikangkangi.

Ia juga mempertanyakan kemampuan investor menempatkan kearifan lokal dalam proyek prestisiusnya. 'Apakah investor itu menyadari bahwa di sana suci? Dan, apakah investor tahu bagaimana menjaga kesucian itu? Bagaimana tanggung jawabnya terhadap leluhur yang meletakkan dasar-dasar kesucian; yang meletakkan dresta, sastra, bhisama?' gugat Dr. Kartini.

Untuk itu, dosen senior Unud ini mengajak semua pihak agar tidak terjebak dalam cara pandang sempit seputar rencana pengembangan kawasan Buyan Eco-Cultural Heaven, melainkan melihatnya secara komprehensif. Artinya, jangan hanya terpukau pada iming-iming ekonomis sesaat bagi segelintir orang, tetapi mesti mempertimbangkan manfaat ekologis, sosial dan spiritualnya bagi Bali secara keseluruhan.

Artinya, jangan semuanya diserahkan kepada investor. Masyarakat Bali juga mampu menjaga alamnya secara baik. Tinggal pemerintah memberi pendampingan dalam bidang teknologi.

Seperti pertanian organik. Di kawasan itu juga sudah dikembangkan oleh seorang warga setempat, dan berhasil. Jadi tidak perlu mendatangkan investor hanya untuk mengembangkan pertanian organik, sebab masyarakat sudah mampu melaksanakan. Tinggal pemerintah melakukan pembinaan dan pendampingan sehingga hal tersebut makin berkembang.

Mengingat makin menurunnya daya dukung alam Bali, ia bahkan menawarkan perlunya jeda atau moratorium pembangunan fisik yang bersifat eksploitatif dan eksploratif. 'Krama Bali harus berani nindihin Bali. Kita semua harus berani menolak semua investor yang dalam pembangunannya berbentuk eksploitasi dan eksplorasi terhadap alam Bali,' ujar Kartini.

Sementara itu, Agung Wardana mengingatkan kondisi kawasan Buyan dan hutan di sekitarnya saat ini sudah babak belur. Selain PT Anantara yang bakal mengelola 900 ha, sebelumnya PT Nikita dan PT Bali Nusa Bali Abadi telah mengantongi izin dari Menteri Kehutanan dan masing-masing mengelola 20 ha untuk akomodasi wisata dan agrowisata.

'Jangan membuat Buyan makin merana dan Bali makin tersiksa. Inilah akibat dari kajian amdal yang sepotong-sepotong, dilihat proyek per proyek. Mestinya ada kajian menyeluruh yang menggabungkan itu semua dan melihat dampak jangka panjangnya bagi ekosistem Bali. Dengan demikian, tak mudah meloloskan suatu proyek,' tegasnya.

Terkait hal itu, ia juga menyesalkan persyaratan Gubernur Pastika terhahap pengembangan kawasan Buyan yang dinilainya sangat sederhana. Persyaratan normalisasi Buyan melalui pengerukan untuk mengurangi sedimentasi serta penanaman pohon sebagai green belt (sabuk hijau) yang mengitari Danau Buyan dinilainya terlalu mudah bagi investor.

Menurut Wardana, kalau memang ada niat, mestinya normalisasi Danau Buyan bisa dilakukan oleh Pemprov sendiri. 'Kalau sekadar untuk mengeruk danau, Walhi juga bisa,' sindirnya sembari meminta pemberi izin, baik Pemkab Buleleng, Pemprov Bali dan Dephut yang terkait proyek Buyan Eco-Cultural Heaven bersikap jujur terhadap masyarakat dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar yakni Bali.

Untuk itu pihak Walhi akan mengkaji dengan serius untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Sebab ada indikasi telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang memperkosa alam tanpa memperhatikan kearifan lokal dan keselamatan Bali secara keseluruhan. (gre)

Related Posts by Categories



0 komentar: